“Hidup memang bukan untuk uang, namun kita membutuhkan uang untuk hidup.”
Demikian pameo yang seringkali menjadi penggambaran tentang makna uang di masyarakat. Pergeseran makna dan esensiuang bagi sebagian besar masyarakat ini menyebabkan munculnya berbagai macam perilaku menyimpang.
Bagaimanapun, uang adalah benda atau alat yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Di sinilah karakter seseorang mengambil peranan untuk bisa mengelola keuangan dan kehidupannya dengan baik.
“Anak-anak juga butuh latihan mengelola keuangan, agar mereka bisa mengenal konsep manajemen keuangan sederhana dan belajar menguasai diri. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana caranya?”
Karakter seorang manusia yang “bijaksana dalam mengelola uang”, yakni yang mampu memilah dan memilih, mana yang sungguh-sungguh merupakan kebutuhan, dan mana yang hanya keinginan belaka yang tidak begitu penting untuk dipenuhi.
Karakter seorang manusia yang memiliki keteguhan dan ketangguhan hati untuk tidak termakan jebakan tren dan gengsi, yang menyebabkan kebocoran neraca keuangan pribadi. Generasi yang memiliki kualitas yakni yang memiliki “kebijaksanaan dalam mengelola uang” dalam dirinya. Ternyata persoalan finansial tidak hanya milik orang dewasa.
Anak-anak juga butuh latihan mengelola keuangan, agar mereka bisa mengenal konsep manajemen keuangan sederhana dan belajar menguasai diri. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana caranya?
Berikut berupa langkah-langkah mendidik anak agar bijak mengelola uang.
Poin#1: Luruskan Mindset Tentang Uang
1. Uang adalah alat pembayaran yang sah. (Shopping)
Dengan memahami bahwa uang adalah “alat pembayaran” yang sah untuk memenuhi kebutuhan, maka kita belajar untuk membelanjakan uang secara bijaksana. Tidak begitu “pelit” dengan tidak mau mengeluarkan uang untuk berbelanja barang yang dibutuhkan, ataupun terlalu “boros” dengan membelanjakan uang untuk keinginan yang sesungguhnya tidak perlu serta perlu dikenalkan mengenai pos-pos penggunaannya, misalkan pos transportasi dan makanan dari uang jajan yang diberikan.
Beritahu anak bahwa orang tua mendapatkan uang adalah dengan bekerja keras, bukan turun dari langit, keluar dari mesin ATM, atau didapatkan dengan berleha-leha. Beritahu anak bahwa Ayah dan ibu harus kerja keras senin-jumat (bahkan sabtu minggu) untuk memenuhi sehari-hari keluarga. Seperti untuk buku sekolah anak, untuk membeli sepeda anak dan sebagainya. Penting juga untuk sekali-kali mengajak anak untuk melihat bagaimana kita bekerja.
2. Uang adalah sarana untuk ditabung/investasi (Saving/Investing)
Hal ini dapat ditanamkan dengan memberikan pengertian kepada anak bahwa sesungguhnya kehidupan di masa depan membutuhkan biaya dan harus dipersiapkan sejak dini. Mengajari dan mengenalkan anak akan instrumen-instrumen investasi seperti perbankan, celengan, atau instrumen lain adalah hal yang penting.
Mengajak anak menyisihkan dana untuk tabungannya, membantu anak memiliki tujuan keuangan yang tajam dan terdefinisi, serta mengajak anak secara langsung menabung di bank adalah proses yang penting untuk dikerjakan antara anak dan orangtua.
Contoh dalam melatih anak memiliki tujuan keuangan seperti mulai mengajak anak ketika berusia 3 tahun untuk menabung membeli mainan ayunan yang diinginkannya. Dengan metode ini, anak diajari untuk menjadi fokus dalammemenuhi satu hal dahulu sebelum beralih ke hal lainnya.
Sebagai contoh, ketika anak memiliki program “membeli ayunan”, jika anak menginginkan mainan lain, dapat dikembalikan fokusnya kepada tujuan awal, yakni ayunan.
Ajari mereka dari sekarang dengan melihat bisnis-bisnis yang ada. Misal mulai dari tukang kue cubit pinggir jalan, bisnis kesehatan dengan melihat dokter bekerja dan lain-lain. Mengenalkan bukan hanya profesinya, namun juga bagaimana suatu proses bisnis berjalan.
Mulai dari target pasar, proses produksi, dan sebagainya. Penting juga untuk mengajak anak ke pasar dan melihat proses jual-beli secara langsung. Dengan dilakukannya hal tersebut, diharapkan dapat mengasah dan mempertajam intuisi, minat, dan mental anak dalam berwirausaha. Tentu saja bobot pertanyaan dan diskusi disesuaikan dengan umur anak itu sendiri.
3. Uang adalah media investasi untuk akhirat (Giving)
Ajak anak untuk memandang uang tidak hanya sebagai pemenuh kebutuhan di masa kini, namun juga sarana untuk berinvestasi di akhirat nanti. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak diskusi sembari melihat realitas di lapangan, bahwa banyak anak di luar sana yang tidak seberuntung dirinya.
Sampaikan bahwa sungguh beruntung ia memiliki uang jajan, dan sebagai bentuk rasa syukur, maka sebaiknya anak diajari untuk memberi dan berbagi.
Poin#2: Be Role Model! Mulai dari Diri Sendiri
Pada dasarnya, disadari atau tidak, anak akan meniru dan mengimitasi tindakan orang tua dan orang-orang di sekelilingnya. Jika kita boros, anak akan terikut boros. Jika kita pelit, anak akan terikut pelit. Jika kita bijaksana, anak juga akan menjadi bijaksana.
Percuma kita mengkoar-koarkan kepada anak untuk bijak menggunakan uang, namun diri sendiri masih sering berlaku tidak bijaksana. Bagaimanapun, memberikan teladan melalui tindakan jauh lebih bermakna daripada sekedar perkataan belaka. Maka, semua pendidikan mengenai kebijaksanaan dalam mengelola uang ini seharusnya dilakukan mulai dari diri sendiri dan pasangan.
Bertindak yang benar terhadap uang. Mencontohkan sikap yang baik dalam give, invest, dan share, dan jangan pernah ribut soal uang di hadapan anak.
Poin#3: Program Pendidikan Keuangan dalam Keluarga
Ketika ditanya penting tidaknya memberikan uang jajan kepada anak, kembali lagi kepada tujuan memberikan uang jajan kepada anak itu sendiri. Jika esensinya adalah untuk mengajari anak mengelola keuangan dan melatih regulasi diri anak, maka memberikan uang jajan menjadi hal yang penting.
Namun, jika anak diberikan uang jajan tapi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari masih disokong orangtua seperti setiap hari diberi bekal, diantar jemput, dan kebutuhan mainan serta bahan pembelajaran masih dipenuhi orangtua, maka esensi pengelolaan uang menjadi hilang. Jika begitu, maka dikhawatirkan anak justru menjadi konsumtif dan membeli barang-barang yang tidak diperlukan.
Maka dari itu, penentuan jumlah yang diberikan pun harus disesuaikan dengan kebutuhan anak. Mungkin ada pentingnya juga orangtua ke sekolah untuk mensurvei berapa harga makanan di sekolahan.
Uang jajan yang diberikan bisa ditentukan dengan mengatur komposisi uang untuk makan + uang untuk transport + sedikit uang tambahan untuk ditabung/disedekahkan. Uang lebihan ini pun jangan terlampau banyak, agar anak termotivasi untuk mencari sumber keuangan tambahan jika menginginkan sesuatu dengan nilai yang cukup besar.
Contoh, ketika menginginkan untuk membeli novel/pergi nonton bioskop dengan teman-teman, dan uang yang diberikan tidak mencukupi, dapat menjadi pemicu anak untuk memiliki jiwa wirausaha seperti misalnya dengan berjualan.
Pada usia berapa memberikan uang jajan dan bagaimana metode mengenalkan uang kepada anak? Hal terpenting dalam menentukan kapan memberi uang jajan adalah melihat bagaimana regulasi diri anak.
Apakah ia sudah cukup pandai menahan diri ketika keinginan tidak terpenuhi? Jika sekiranya anak sudah mampu, maka tidak masalah memberikan uang jajan. Namun jika belum, ada baiknya membenahi regulasi dirinya terlebih dahulu sebelum memberikan uang jajan.
Pengenalan Uang Per Tahapan Usia
Berikut ini adalah poin-poin tentang uang yang bisa dikenalkan kepada anak per tahapan usia anak.
Usia Pra sekolah: pengenalan tentang uang, nominal, dan menghitung secara sederhana, namun tetap sambil bermain dengan menyenangkan. Cara mengenalkan uang: main monopoli, supermarket-marketan, dan baca buku anak yang bertemakan finansial, dimintai tolong ke warung, menyiapkan uang tol, dsb. Bisa juga mulai diajak untuk menabung, membeli emas, atau reksadana dari uang yang dimiliki.
Contohnya setiap kali anak mendapatkan angpau, angpau tersebut untuk membeli emas yang akan digunakan sebagai “tabungan” anaknya di masa depan. Dapat pula dilakukan dengan cara setiap tahun membeli emas sebanyak usia anak tersebut. 1 tahun 1 gram, 2 tahun 2 gram, dan seterusnya, sehingga diharapkan ketika anak dewasa, ia memiliki “modal” untuk menghadapi kehidupannya.
Usia 6/7 tahun: memberikan uang jajan harian.
Usia sekitar 8/9 tahun: mulai memberikan uang jajan bulanan, dengan catatan anak sudah memiliki regulasi yang baik.
Dengan memiliki kesadaran bahwa kecerdasan dan kebijaksanaan dalam mengelola keuangan adalah skill yang penting untuk diajarkan, dibentuk, dan dibangun semenjak dini, maka sebaiknya kita sebagai orangtua atau yang lebih tua, menjadi lebih perhatian terhadap manajemen keuangan diri sendiri sebagai role model.
Ditulis oleh Melinda Nurimannisa dalam Diskusi FIM Club Pendidikan Parenting dengan Pemantik Kaukabus Syarqiah (Anggota Komite Perencanaan Keuangan, Sumber Daya Keluarga dan Pemberdayaan Perempuan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), CEO KikauTalk ) dan Devi Raissa Rahmawati, M. Psi (Psikolog Anak)
Referensi:
Buku anak bertema finansial: http://www.jumpstart.org/assets/State-Sites/PA/files/ACF9AF3.pdf
Dimuat di Selasar.com
https://www.selasar.com/kreatif/mendidik-anak-bijak-kelola-uang